Pelajaran (2)
Pernahkah ketika kita kita dalam kondisi kalut, galau atau emosi memuncak mengucap: "TITENONO" kepada sejawat guru, anak didik yang menjadi binaan kita, orang tua, istri dan anak kita, atau kepada handai tolan serta orang lain karena perasaan kita tersakiti.
Mendengar dan apalagi "mengucap" ujaran itu, penulis teringat pada tembang dolalan yang berjudul: Gotri Nagasari salah satu tembang Nusantara yang sering dinyanyikan anak-anak pada zaman old.
Berikut Lirik Tembang Gotri Nagasari yang sering di mainkan anak-anak jawa pada waktu dulu :
Gotri ala gotri nogosari, ri
riwul iwal – iwul jenang katul, tul
dolan awan-awan ndelok manten, ten
titenono mbesuk gedhe dadi opo, po
podheng mbako enak mbako sedeng, deng
dengklok engklak-engklok koyo kodok
Tembang lagu dolanan/bermain (Gotri Nagasari) ini memang sekarang sudah mulai menghilang atau bisa juga dikatakan sudah langka dan jarang dimainkan sama anak-anak zaman sekarang. Tetapi dibalik kelangkaan permainan ini ada makna mendalam yang perlu kita jadikan "ibrah" bahwa: “setiap manusia itu harus punya tujuan di dalam hidupnya, mulai dari kecil sebagai bekal menuju masa depannya nanti.”
Contohnya : kalau mau mencari jodoh atau pendamping hidup , manusia harus menilai bakal calon jodohnya nanti. Jangan sampai salah, sebab kalau sampai salah bakal ela-elo uripe koyo kodok ( akan geleng2 kepala hidupnya seperti katak). Sebuah pelajaran berharga sarat makna, sayang pembelajaran ini tergerus oleh jaman now yang penuh taktik dan strategi lebih rumit.
Menutup kolom di tulisan ini, mari kita kata itu kubur kata "TITENONO". Ingat pesan yang berbunyi: “Natas, nitis, netes”. Artinya: Dari Tuhan kita ada, bersama Tuhan kita hidup, dan kepada-Nya kita akan kembali. Semoga bermanfaat!
Si Guru Pembelajar
- Slamet Yuliono -
Komentar